Monday, 23 April 2018

Hujan

Hujan. Aku suka hujan.
Hujan itu, begitu kuat yah?
Karena dia berasal dari ketinggian yang jaraknya begitu jauh dari permukaan bumi, sebelum mendarat dan jatuh di mana saja dan menimpa apa saja.

Di atas genting, di dedaunan, di atas rumput, di aspal, di tanah yang gersang, di kendaraan yang tengah melintas di jalanan.  Atau di atas payung merah jambu bergambar hello kitty, milik seorang gadis kecil yang lucu dan sedang berlari-lari kecil menuju sekolahnya. Setelah reda, ia akan meninggalkan aroma basah yang begitu melekat. Juga udara lembab yang membuat siapa saja merasa enggan menanggalkan selimut tebalnya.

Waktu kecil, aku begitu suka bermain hujan. Berlarian ke sana kemari. Menikmati air hujan yang jatuh di atas kepalaku rasanya begitu menyenangkan.

Kadang-kadang untuk dapat menikmati hujan di luar, aku harus memelas dan memohon-mohon kepada mama agar diizinkan. Akupun akan sangat kecewa bila tak mendapat izin untuk bermain dan mandi hujan. Pernah juga aku sembunyi-sembunyi keluar rumah dan bermain hujan saat mama tengah tertidur pulas.

Aaahh ingin sekali mengulang semuanya. Merasakan bagaimana dinginya bulir-bulir air yang jatuh dari langit menerpa wajahku dan membasahi seluruh tubuhku yang mungil. Serunya bermain dan berkejaran di tangah derasnya rinai hujan bersama teman-teman. Berteriak sekencang-kencangnya tanpa takut di protes oleh orang dewasa, karena toh suara hujan mengalahkan nyaringnya teriakanku.

Meski setelah puas bermain dan mandi hujan seluruh tubuhku akan menggigil kedinganan dan aku akan langsung meringkuk di balik selimut. Lalu kemudian tertidur lelap, ditemani suara hujan yang belum juga reda.

Oohh hujan.... kau memberiku kenangan masa kecil yang sangat menyenangkan.

Tapi, kini aku tak bisa dengan mudah menikmati perasaan menyenangkan ketika hujan turun seperti saat kanak-kanak dulu. Karena tiap kali terkena hujan, aku bisa langsung terserang flu dan demam hingga berhari-hari. Kata dokter, aku alergi cuaca.

Uuhhh menyebalkan bukan? Di saat kau tak dapat menikmati kesukaanmu dengan leluasa. Seperti saat ini, fluku masih saja tak kunjung sembuh. Padahal sudah hampir seminggu dan hanya karena aku habis terkena gerimis dan tak sampai basah kuyup.

Tapi, aku masih menyukai hujan. Biarpun terkadang hujan yang turun terus menerus malah menghambat aktivitasku. Aku juga terkadang menggerutu dan mengutuk kenapa hujan harus turun di saat yang tidak tepat. Tapi, itu tidak tepat dalam pandanganku bukan? Dan hujan turun atas kehendak sang pencipta. Memangnya siapa aku yang berani menentang kehendak-Nya?

Meski tak bisa menikmati hujan seperti dulu lagi. Tapi aku masih bisa menikmatinya dengan cara yang lain. Seperti mendengar suara hujan, atau memandang air yang jatuh ketika hujan. Dan rasanya tetap sama. Menenangkan. Aku suka.

Lalu, ketika hujan turun di tengah malam seperti ini, membuatku ingin cepat-cepat terlelap. Kemudian bermimpi indah. Di mana saat hujan ada kamu dan aku. Yang sedang berlarian, bercanda tawa di tengah gerimis yang romantis. 

Aahh... sekarang malam sudah semakin larut. Aku harus segera tidur. Banyak rencana yang sudah kususun untuk esok hari.

Hujan, temani aku malam ini. Jangan reda terlalu cepat. Besok pagi saja kalau kau ingin berhenti.

Untuk kamu, kuucapkan selamat tidur. Kudoakan, esok harimu menyenangkan. Salam rindu dariku, di sebuah kota yang tengah di guyur hujan.


~WS

Sunday, 22 April 2018

RA. Kartini dan Kekuatan Sebuah Tulisan


Dua Hari ini, media sosial ramai dengan pembicaraan mengenai perayaan hari Kartini. Banyak orang mengunggah foto mereka yang sedang mengenakan kebaya, batik ataupun baju daerah lainnya di akun media sosial mereka sebagai bentuk perayaan Hari Kartini. Disertai juga dengan beragam caption ucapan selamat Hari Kartini atau ada pula yang menuliskan petikan kata-kata Kartini.  Banyak pula event dan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka merayakan hari Kartini yang jatuh pada tanggal 21 April kemarin dan sudah menjadi turinitas masyarakat Indonesia tiap tahunnya.

Selain itu, berita-berita di media sosial maupun di media konvesional juga dipenuhi perihal Hari Kartini. Bukan hanya mengenai semaraknya perayaan tersebut, tetapi juga banyak yang mengulas tentang fakta sejarah kehidupan RA. Kartini. Hingga menjadi pahlawan dan pejuang emansipasi wanita seperti yang kita kenal saat ini.

Raden Ajeng Kartini/ Raden Ayu Kartini atau lebih dikenal dengan RA. Kartini, lahir di Jepara, 21 April 1879 dan meninggal pada 17 September 1904 di kota Rembang, empat hari setelah melahirkan putranya. Beliau ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional oleh Presiden Soekarno pada tanggal 2 Mei 1964 dan Presiden Soekarno juga menetapkan hari lahir Kartini  yaitu tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai hari Kartini (Sumber: https//id.m.ikipedia.org/wiki/kartini). Itulah sedikit gambaran mengenai sosok RA. Kartini.

Di sini saya tidak ingin mengulas lebih jauh mengenai bagaimana kehidupan RA. Kartini dan perjuangan yang beliau lakukan. Tapi saya tertarik mengulas fenomena yang terjadi di media sosial dalam beberapa hari terakhir ini.  

Di balik semaraknya perayaan Hari Kartini di berbagai daerah di seluruh Indonesia, yang dapat disaksikan lewat berbagai media massa ataupun media sosial, saya menemukan masih banyak komentar-komentar netizen yang mempertanyakan dan memperdebatkan perihal RA. Kartini. Kenapa harus RA. Kartini yang diangkat menjadi pahlawan dan dikenal sebagai pejuang emansipasi wanita? Apa yang telah beliau lakukan sehingga hari lahirnya menjadi hari besar yang mesti dirayakan tiap tahun di Negara ini? Padahal masih banyak pejuang wanita lainnya yang menurut mereka lebih layak dibanding RA. Kartini. Sebut saja Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, Martha Christina Tiahahu, dan lain sebagainya yang perannya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tak perlu diragukan lagi.

Lalu kenapa hanya nama RA. Kartini yang dikenal luas? Banyak netizen yang mendebatkan hal ini tanpa mencari tahu cerita dan fakta sejarah yang sebenarnya. Bahkan sampai menyerempet masalah sara. Saya pun belum membaca secara detail mengenai sejarah RA. Kartini ataupun tulisan-tulisannya. Saya hanya membaca ulasan-ulasan mengenai RA. Kartini di internet ataupun dari buku sejarah semasa sekolah dulu.

Tapi, ada satu hal yang menjadi pembeda antara RA. Kartini dengan pejuang wanita lainnya di Indonesia. Di mana, pejuang wanita lainnya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan turun langsung ke medan perang mempertaruhkan nyawa, harta dan segala yang dimiliki. Berbeda dengan Ibu Kartini, beliau meninggalkan suatu karya besar yang di kemudian hari menginspirasi dan membuka pikiran banyak orang-orang Eropa khususnya di Belanda mengenai wanita pribumi pada zaman Hindia Belanda.

Karya tersebut berupa tulisan-tulisan Ibu Kartini dalam surat yang beliau kirimkan kepada teman-temannya di Belanda, yang kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang. Buku tersebut berisi mengenai berbagai pandangan dan pemikiran-pemikran RA. Kartini yang sangat maju dan luas pada zaman itu sehingga banyak yang mengatakan pemikiran RA. Kartini melampaui zamannya.

Di zaman kolonial yang masih sangat menjunjung tinggi sistem patriarki khususnya di tanah Jawa. Yang mana perempuan masih terkungkung dalam peraturan kebudayaan yang banyak memberikan batasan-batasan untuk bergerak bagi perempuan.

Karena itulah, RA. Kartini dikenal sebagai pejuang emansipasi wanita. Tulisan dan pemikirannya yang modern menjadi inspirasi banyak orang untuk memperjuangkan keadilan, kesetaraan gender ataupun  persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai hal. Salah satunya dalam hal pendidikan, di mana pada saat itu hanya laki-laki yang bisa mengecap pendidikan tinggi, itupun bagi mereka yang berstatus bangsawan ataupun petinggi-petinggi dari kalangan atas pribumi.

Kartini, melalui pemikiran yang ditulisnya percaya bahwa hanya dengan pendidikan, perempuan bisa keluar dari kebodohan dan kungkungan budaya. Pendidikanlah pintu bagi bangsa Indonesia bisa maju dalam memperjuangkan kemerdekaan dan melepaskan diri dari jajahan Belanda.

RA. Kartini, memang tidak melawan dengan mengangkat senjata. Tapi, dia melawan dengan pemikiran dan tulisannya yang kemudian mengilhami perubahan pandangan masyarakat pada saat itu terhadap kedudukan perempuan dan masalah pendidikan.

Tentunya kita juga tidak boleh melupakan jasa dari pejuang wanita lainnya, karena merekapun mempunyai sumbangsih yang besar untuk kemerdekaan Indonesia dengan cara yang berbeda. Hal yang patut diingat RA. Kartini dan pejuang wanita lainnya sama-sama berjuang dan memiliki cita-cita yang luhur untuk kemerdekaan Indonseia.

Hanya saja, RA. Kartini memang hidup dan berjuang dalam waktu singkat. Tapi, tulisannya tetap abadi. Kita yang hidup saat ini, bahkan anak cucu kita kelak juga masih akan mengenal RA. Kartini karena tulisannya. Itulah kekuatan sebuah tulisan. Seperti pemikiran Kartini yang melampaui zaman, tulisan juga begitu, dapat melampaui zaman bahkan hingga ratusan tahun berlalu.

Lantas, megapa kita yang sudah merasakan nikmatnya merdeka ini harus dan masih saja sibuk menperdebatkan hal yang tidak semestinya diperdebatkan? Mempertanyakan suatu hal tanpa melakukan riset mendalam. Yang pada akhirnya menjadi debat kusir dengan sesama saudara sebangsa kita sendiri.

Bukannya memanfaatkan kemerdekaan dengan berkarya, belajar, dan mengabdikan diri untuk kemajuan bangsa seperti yang dicita-citakan para pahlawan dan leluhur kita. Sebagai rasa terimakasih karena perjuangan dan pengorbanan merekalah, kita dapat mengecap merdeka, pendidikan dan hidup yang lebih baik.

Karena tanpa kita sadari, di saat kita tengah sibuk saling berdebat mengenai hal yang tak perlu lagi diperdebatkan, bangsa lain sudah semakin maju dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuaannya. Semementara kita semakin tertinggal jauh dan terbelakang. Hanya menjadi konsumen dari kemajuan Negara lain.

Lalu apa bedanya dengan zaman dulu? Toh kita masih sama-sama terjajah. Dulu kita dijajah dalam bentuk penguasaan wilayah dan sekarang kita dijajah dengan produk-produk luar dan budaya-budaya luar yang semakin menggerus budaya ketimuran kita dan merusak masa depan generasi penerus bangsa ini.

Ayolah kawan, berhenti berdebat dan saling menjatuhkan satu sama lain. Karena kita ini saudara, sebangsa dan setanah air. Belajar, berkaya dan melakukan yang terbaik untuk bangsa ini lebih baik dan lebih bermanfaat untuk memajukan negara kita. Agar tak ada kata sia-sia dari perjuangan para pendahulu kita.

Thursday, 19 April 2018

Hidup, Problema dan Sebuah Keputusan.


Aku memandang perempuan yang berada di hadapanku. Tergambar jelas dari raut wajahnya yang sendu dia sedang frustasi. Sejak dua jam yang lalu dia mencurahkan isi hatinya kepadaku.

Kesabarannya telah habis menghadapi laki-laki itu yang adalah suaminya. Dia sudah tidak mampu lagi menahan amarah, sakit hati, kecewa, dan semua unek-unek yang selama ini dia pendam sendiri. Dadanya sesak. Sudah terlalu banyak dan terlalu lama dia menahan semuanya sendiri. Dan suaminya seolah tak perduli.

Sebenarnya, dia tak menuntut banyak. Dia hanya ingin suaminya mencari pekerjaan yang lebih baik dan itu adalah tanggung jawabnya sebagai seorang suami yang harus menfkahi istri dan anak-anaknya.

Perempuan itu sudah lelah memberikan pengertian kepada suaminya dengan cara baik-baik. Dia pun sudah berusaha membantu meringankan beban suaminya dengan menanam berbagai macam sayur mayur. Tapi, lagi-lagi yang membuatnya kecewa tak ada itikad baik dari suaminya untuk membantu ataupun berubah.

Dia juga tak mungkin mengambil keputusan untuk meninggalkan laki-laki itu. Ini bukan masalah terlalu mencinta, namun dia mengingat ada tiga malaikat kecil yang membutuhkan kasih sayang orang tuanya. Dia tidak ingin egois dan membuat anak-anaknya mengalami hal yang sama seperti dirinya karena perpisahan orang tua.

Aku benar-benar mengerti dengan apa yang dia rasakan. Karena itu, aku tak bisa menyalahkannya atas apa yang sudah dia lakukan. Aku hanya ingin menjadi pendengar yang baik untuknya saat ini.

Saat melihat air matanya yang jatuh ketika menceritakan semuanya, ingin sekali aku memeluknya. Memberinya kekuatan dan mengatakan semuanya akan baik-baik saja. Tapi aku tak melakukannya. Kami memang tak sedekat itu dan tak terbiasa mengungkapkan rasa sayang dengan pelukan dan semacamnya. Tapi itu bukan berarti kami tak saling menyayangi.

Aku menyayanginya, karena itu sering kali aku marah karena kecewa pada apa yang dia lakukan. Aku ingin sekali melihatnya bahagia dan aku tak melihat ada kebahagiaan yang dia rasakan sejak bersama dengan suaminya. Aku lebih menyarankan dia untuk pergi saja dan melepaskan laki-laki itu.

Tapi, aku tahu tak semudah itu dan kali ini, aku ingin berusaha lebih memahami dirinya. Kehidupan yang pernah dia jalani jauh lebih sulit dan keras dibanding dengan kehidupanku. Dialah yang berhak menentukan pilihan dalam hidupnya dan dia memilih untuk bertahan. Dengan konsekuensi menahan semuanya sendiri. Tak ada yang bisa kulakukan selain mendengar dan memberinya dukungan serta doa yang terbaik untuk kehidupannya.

Setiap kita memang diberi jalan hidup yang berbeda. Meski sedarah, apa yang kita lalui tak akan mungkin sama dengan kehidupan saudara kita apalagi orang lain. Kita juga tak bisa menghakimi hidup seseorang begitu saja tanpa tahu asal dan musababnya.

Kita sama-sama manusia biasa yang takdirnya sudah tertulis bahkan sebelum kita lahir di dunia ini. Tapi, kita juga diberi kesempatan untuk menentukan pilihan dan memutuskan kehidupan seperti apa yang akan kita jalani sesuai dengan apa yang sudah kita usahakan.

Begitupun dengan pernikahan dan pasangan hidup. Kita diberi pilihan dan dipertemukan dengan beberapa orang. Tapi kitalah yang memutuskan pada siapa akan melabuhkan hati. Kehidupan pernikahan itu tak melulu indah. Ada banyak badai yang akan datang tiba-tiba tanpa aba-aba sebelumnya.

Pernikahan bukan sekadar menghalalkan yang haram. Tapi bagaimana menyatukan dua manusia yang berbeda. Dua kepala yang pikirannya tak mungkin sama. Karena itu perlu adanya tujuan yang satu dan kesamaan prinsip. Tidak hanya mengandalkan cinta buta.

Laki-laki harus tahu betul dan memahami tugas dan tanggung jawabnya sebagai imam dan kepala rumah tangga. Jangan hanya mementingkan ego dan kesenangannya sendiri. karena dia harus mendahulukan kebahagiaan istri dan anak-anaknya baru kemudian dirnya sendiri.

Perempuanpun sama. Penyetaraan gender memang perlu, tapi jangan lupa pada kodratnya sebagi perempuan yang harus menomorsatukan keluarga.

Yah kalau dipikirkan lagi, mana ada orang yang mau mengalami pernikahan dan kisah hidup yang tragis. Semuanya juga pasti memimpikan kebahagiaan dan kehidupan yang indah. Tapi apa mau dikata kalau kehendak yang maha kuasa berbeda dari yang kita harapkan.

Akupun sama, sebagai seorang perempuan aku juga mengharapkan kelak menjalani kehidupan pernikahan yang bahagia dan harmonis. Meski kita tak pernah bisa memprediksi masa depan, tapi tak ada salahnya memimpikan hal-hal baik yang akan selalu disemogakan dan diusahakan.

Kalau orang-orang di luar sana mengatakan hidup itu adalah pilihan. Menurutku, Hidup adalah keputusan. Pilihan itu kita yang memutuskan. Jadi, bukan masalah pilihan apa yang kita pilih. Tapi, tepatkah keputusan yang kita ambil dalam memilih apa yang akan kita jalani.

Pusing yah? Sama, aku juga pusing. Tepatnya bingung mau nulis apa lagi dan kayanya semakin tidak nyambung hahaha. Ya sudah sampai sini saja dari pada semakin tidak jelas.


Tuesday, 17 April 2018

Buku Bersampul Ungu


Pada saat mengikuti pendidikan karakter, di awal masuk kuliah dulu. Saya banyak mendapatkan motivasi dalam menjalani aktivitas sebagai mahasiswa. Salah satunya, waktu itu kami diajarkan membuat perencanaan ataupun cita-cita yang ingin kami capai ke depannya dan menuliskannya.

Menulis impian, cita-cita, atau apapun yang kita inginkan di kertas, di buku atau di mana pun ini juga saya dapatkan dari video motivasi yang pernah saya tonton. Di mana dalam video itu ada seseorang yang menuliskan keinginan dan cita-citanya di selembar kertas. Yang beberapa tahun kemudian, hampir semua keinginan yang ditulisnya dalam lembaran tersebut menjadi kenyataan.

Hal ini pun saya lakukan walau tidak detail dan hanya berupa poin-poin. Karena saya kadang bingung sendiri saat harus menyusun hal-hal seperti ini. Kadang juga, meskipun saya telah menuliskan akan melakukan suatu kegiatan di hari tertentu, tapi pada akhirnya tidak jadi saya lakukan karena satu dan lain hal. Kebanyakan sih karena malas hehe.

Tapi, tanpa saya sadari ada beberapa keinginan yang pernah saya tulis dan Alhamdulillah menjadi kenyataan. Saya baru menyadarinya beberapa jam yang lalu.

Ceritanya, saya ingin menuliskan beberapa hal penting di buku. Saya pun mengambil buku bersampul ungu di meja belajar saya. Dalam buku itu terdapat beberapa catan-catatan saya semasa kuliah. Saya melihat masih banyak lembaran kosong di buku itu. Tanpa sengaja saya membuka lembaran bagian tengah dari buku yang hampir dua tahun ini tidak pernah saya sentuh.

Saya menemukan tulisan berupa point-point keinginan yang saya tulis yang di atasnya saya beri judul My Dream. Kemudian saya membaca point demi point yang tertulis di halaman itu. Lalu saya membuka lembaran-lembaran selanjutnya yang berisi planning  saya di tahun 2016. Saya pun baru mengingat bahwa dulu saya berniat menuliskan hal-hal yang harus saya lakukan di tahun itu perbulannya. Tapi, hanya ada bulan-bulan tertentu yang terisi.

Saya tertegun, kemudian membaca ulang semuanya dan waoo beberapa hal yang pernah saya tulis memang terwujud. Bahkan ada keinginan yang saya tulis benar-benar terwujud seperti pada waktu yang saya harapkan.

Apakah ini bisa disebut sebuah keajaiban? Mungkin iya. Karena Allah maha mendengar dan maha mengetahui keinginan hambanya. Tak ada yang tak mungkin jika Allah sudah berkehendak. Selama kita pun mau berusaha.

Dari beberapa hal yang saya tulis, memang masih banyak yang belum terwujud. Tapi itu juga karena saya yang kurang mengusahakan agar dapat mencapai hal tersebut. Begitupun dengan keinginan saya yang menjadi nyata, karena saya benar-benar berusaha sekuat tenaga dalam meraihnya.

Yah memang benar Allah tidak akan mengubah nasib kita kalau kita sendiri tidak mengubahnya. Tidak mungkin keinginan kita bisa terkabul, sedang kita hanya berdiam diri dan mengharap pada keajaiban alam.

Begitupun ketika saya ingin belajar mengendarai motor. Padahal dulu rasanya saya sangat mustahil akan bisa. Karena bersepeda pun saya tak tahu. Tapi, dengan usaha yang saya lakukan dengan pantang menyerah. Meski harus jatuh bangun sampai berdarah-darah. Pada akhirnya saya bisa.

Sebenarnya, segala sesuatunya itu bukan karena kita tidak bisa atau tidak mampu. Tapi bagaimana usaha dan kerja keras kita untuk membalik suatu kemustahilan menjadi sebaliknya. Menolak menyerah dan terus berusaha serta berdoa. Lalu selebihnya, berserah diri kepada Allah yang akan menentukan hasil atas apa yang sudah kita usahakan semaksimal mungkin.

Tuesday, 10 April 2018

Berbeda Tapi Sama


Saya baru saja pulang dari rumah Iin, sahabatku. Rumahnya hanya berjarak sepelemparan batu dengan rumahku. Meskipun tetanggaan kami sangat jarang bertemu. Tapi sekalinya bertemu pasti jadi lupa waktu.

Tadinya saya ke rumahnya hanya untuk memprint.Tapi karena printer-ya sedang kehabisan tinta urusan memprint jadi berganti dengan perbincangan panjang yang kesimpulannya kembali pada selera. Nah loh?

Dari sekian hal yang membuat saya bisa bersahabat dengan Iin salah satunya karena kami memiliki banyak kesamaan dalam beberapa hal. Mungkin itulah sebabnya kami merasa nyaman satu sama lain. Tapi bukan berarti kami tak memiliki perbedaan. Justru, perbedaan kami mungkin lebih banyak daripada kesamaan yang kami miliki.

Salah satunya mengenai selera. Selera masing-masing orang itu berbeda. Kita tidak mungkin memaksakan apa yang kita sukai  harus disukai oleh orang lain. Tak perlu juga memandang aneh terhadap orang yang memiliki selera berbeda dengan kita.

Kalau dalam hal makanan, mungkin saya dan Iin memiliki selera yang sama. Kami sama-sama penyuka kecap. Makanan apapun, tanpa kecap rasanya tak akan nikmat. Kami juga sama-sama penyuka makanan pedas. Tapi perbedaan kami terletak pada level kepedasan suatu makanan. Semakin pedas suatu makanan, semakin dia suka. Berbeda dengan saya yang hanya suka makanan pedas sebatas ada rasa pedasnya saja.

Kembali pada pertemuan saya dan Iin tadi. Awalnya, kami berbincang hanya seputar masalah pribadi. Dia dengan segala kendalanya dalam menyelesaikan tugas akhir yang tak kunjung kelar, sedang saya yang masih berkutat dalam usaha mencari pekerjaan yang tak juga menemukan titik temu.

Kemudian, tercetuslah ide untuk membuka suatu usaha yang mungkin bisa kami lakukan bersama. Tapi perbincangan itu berakhir tanpa kesimpulan dan hanya menjadi sekadar wacana. Lalu, entah bagaimana perbincangan kami berganti pembahasan mengenai dunia tulis menulis dan seputar bacaan. Hemm kami memang memiliki hobi yang sama yaitu membaca dan mulai mecoba menulis sedikit-sedikit.

Iin bercerita mengenai kekagumannya pada penulis-penulis di Wattpad yang karya-karyanya sudah banyak diterbitkan oleh peneribit-penerbit ternama dan juga memiliki ribuan pembaca. Dia juga sangat menyukai karya-karya dari penulis luar yang bergendre romance yang banyak mengandung adegan dewasa. Menurutnya novel romantis yang best seller kebanyakan seperti itu.

Tapi saya tidak setuju. Karena dari daftar bacaanku yang meskipun kebanyakan dari penulis dalam negeri banyak juga kok novel best seller tanpa adegan-adegan dewasa seperti kissing. Contohnya, novel empat musimnya Ilana Tan. Menurutku, cerita romantis tidak harus ada adegan dewasanya. Tapi, novel yang banyak adegan dewasanya pun bukan tidak baik saya hanya lebih menyukai romantisme suatu cerita dari segi alur dan tata bahasa yang dimainkan oleh penulis.

Apa yang kita baca memang bisa membentuk cara pandang kita terhadap sesuatu. Dalam hal ini saya dan Iin memang sama-sama gemar membaca. Tapi, kami memiliki selera bacaan yang berbeda. Yang akhirnya membentuk penilaian yang berbeda terhadap suatu tulisan.

Kalau saya, saya tidak membatasi diri saya dalam membaca. Saya suka macam-macam gendre. Entah itu drama, romatis, fantasi, islami, ataupun yang memberi motivasi kehidupan. Tapi, saya paling suka membaca buku atau novel yang tata bahasanya baku dan puitis. Lain lagi dengan Iin, meskipun dia juga menyukai macam-macam gendre tapi dia kurang suka membaca novel yang bahasanya terlalu baku.  

Yaa, kesimpulannya terletak pada selera kita masing-masing. Karena meskipun ada perbedaan, kami juga tetap sepakat pada beberapa hal. Seperti, membaca novel lebih menarik dari pada menonton film adaptasinya, misalnya. Kami sama-sama menyetujui pernyataan ini.

Bukankah perbedaan itu, yang menjadikan dunia ini indah? Karena adanya perbedaanlah kita menjadi sama. Sama-sama manusia. Sama-sama punya selera. Sama-sama punya rasa. Sama-sama berbeda.

Friday, 6 April 2018

Perjuangan Seorang Perempuan


Apa yang kamu pikirkan jika mendengar kata “perempuan”? Lemah, cengeng, kosmetik, manja, cerewet, dan pasti masih banyak hal lain yang identik dengan “perempuan”.

Meskipun kini sudah ada kesetaran gender antara laki-laki dan perempuan, bahkan dalam Undang-undang diatur mengenai keterwakilan perempuan dalam politik harus memenuhi kuota 30 %. Namun, sebagian orang masih banyak yang memperlakukan wanita lebih rendah derajatnya dibanding laki-laki.

Di sini saya bukan mau membicarakan mengenai politik ataupun isu-isu tentang perempuan yang bertebaran di luar sana. Saya hanya ingin menuliskan tentang seorang perempuan yang saya kenal dan saya mengagumi sosoknya.

Dia adalah seorang POLWAN (Polisi Wanita) berpangkat Bripda yang mengabdikan dirinya kepada Negara. Dia juga adalah seorang istri dan ibu bagi suami dan anaknya. Tentunya diapun masih seorang anak bagi kedua orang tuanya dan bagiku dia adalah seorang sahabat yang mengagumkan. Sebagai seorang Polwan, dia mempunyai tanggung jawab yang besar untuk melayani negaranya dan di rumah tentunya dia pun juga memiliki tanggung jawabnya sendiri kepada keluarganya.

Saya mengenalnya sejak kecil, tepatnya saat kelas lima SD. Dia sebagai murid baru di sekolah dan bisa dibilang kami masih tetangga. Entah sejak kapan kami selalu bersama saat pergi dan pulang sekolah. Dari saat itu hingga saat ini, sudah kurang lebih tiga belas tahun kami bersahabat. Bukan hanya kami berdua tapi berempat. Sudah banyak hal yang kami lewati dan ternyata kami mampu mempertahankan persahabatan kami dengan berbagai perbedaan yang masing-masing kami miliki. Tapi kali ini saya hanya ingin bercerita mengenai Bupol saja, yang lain mungkin kapan-kapan hehe.

Semalam saya menghubunginya untuk menanyakan mengenai pengurusan perpanjangan SKCK di POLDA. Kebetulan si Bupol tugasnya di POLDA dan kebetulan yang kedua whatsapp-nya sedang aktif. Yup sebagai sahabat, saya sangat mengerti dengan kesibukannya sehingga saya sangat berhati-hati jika hendak menghubungi kalau-kalau saya mengganggu aktivitasnya. Apalagi dia juga sudah menjadi ibu dari baby yang lucu nan imut.

Kemudian Bupol bercerita mengenai aktivitas yang dia jalani hari itu. Ternyata dia baru pulang dari pengamanan debat PILKADA serentak 2018 yang diadakan di salah satu hotel berbintang di kota ini. Aktivitasnya dimulai dari sekitar pukul enam pagi sudah harus mengikuti apel pagi di kantor. Kemudian piket sampai pukul empat sore. Lalu dia pulang ke rumah hanya untuk mandi dan langsung pergi ke lokasi debat PILKADA untuk pengamanan. Pengamanan dilakukan dari jam lima sore sampai jam sebelas malam.

Selama kurang lebih enam jam, dia bertugas di bagian pintu masuk dan itu dilakukan dengan berdiri. Saat itu saya spontan mengucap, “tugas polisi itu berat ya, kalau saya mungkin sudah pingsan”. Sedangkan waktu pengurusan skripsi saya dulu, di mana menunggu dosen berjam-jam itu capeknya minta ampun. Padahal ini duduk loh. Bagaimana kalau berdiri berjam-jam seperti itu.

Bupol juga pernah bercerita kepada saya. Dia pernah bolak-balik rumah kantor hingga berkali-kali untuk melihat dan memberikan ASI untuk anaknya. Saat itu dia baru masuk kantor lagi setelah cuti melahirkan selama tiga bulan. Saya yakin masih banyak hal berat dari rutinitas setiap hari yang dia jalani.

Sungguh itu adalah perjuangan yang cukup berat dan tidak semua orang mampu menjalaninya. Hal itu juga sudah menjadi tanggung jawab dan resiko dari profesi yang dia jalani sebagai seorang perempuan.

Saya tahu, dia bukanlah orang yang suka mengeluh dan dia bercerita kepada saya hanya untuk mencurahkan isi hatinya di saat dia sedang merasa lelah. Dia perempuan yang kuat dan punya semangat tinggi. Di antara kami berempat bisa dibilang dialah yang memiliki pemikiran paling dewasa serta pembawaannya yang tenang. Berbeda dengan kami (saya dan dua sahabat saya yang lain), yang cenderung cerewet dan heboh dimanapun kapanpun. Itulah pandangaan saya secara pribadi tentang dirinya.

Hidup, memang tidak akan pernah bisa diprediksi. Siapa yang tahu, gadis berambut ombak itu yang dulunya lebih pendek sedikit dariku, kini menjadi seorang POLWAN dan juga seorang ibu yang pastinya akan sangat membanggakan bagi anak-anaknya kelak.

Cerita mengenai dirinya, cukup memantik semangat hidup saya yang kadang kencang kadang kendor. Saya sering berpikir kita mempunyai waktu yang sama dalam dua puluh empat jam, tapi kita mempunyai pencapaian yang berbeda tiap harinya.

Lalu, kenapa saya masih saja terus mengeluh dengan hidup yang saya jalani? Kalau dia bisa menjalani rutinitas yang berat seperti itu setiap hari, kenapa saya juga tidak bisa melakukan hal-hal yang lebih dari yang biasanya saya lakukan selama ini. Padahal apa yang saya lakukan tidak sebanding dengan perjuangannya.

Memang untuk membandingkan apa yang kita dan orang lain lakukan itu, tidak akan pernah setara. Karena kita memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda. Tetapi kita bisa mengukur kerja keras seperti apa yang telah dan bisa kita lakukan untuk memberikan yang terbaik pada apa yang sudah kita putuskan untuk kita tekuni.

Begitupun antara laki-laki dan perempuan. Kalau kata kak Deasy Terayoh perbedaan laki-laki dan perempuan itu hanya pada tonjolan dan liang yang mereka miliki. Walau tampak lemah dan tak berdaya, tapi seorang perempuan justru bisa menjadi kuat dan tangguh di balik kelemahannya tersebut.

Karena perjuangan seorang perempuan itu berat, lelaki mungkin tak akan sanggup. Karena itu, hargailah wanitamu, wahai para lelaki.

Tuesday, 3 April 2018

Insomnia


Dua hari yang lalu   saya mengalami susah tidur. Hal ini memang bukan hal yang baru bagi saya. Saya memang sangat sering mangalaminya. Bahkan biarpun saya berencana tidur lebih awal dari biasanya saya tetap tidak akan bisa tidur sebelum jam dua belas malam. Meskipun lampu sudah saya matikan dan HP saya jauhkan dari jangkauan. Tapi tetap saja mata ini susah sekali terlelap. Biasanya saya berpikir kalau susah tidur ini akibat dari kebiasaan semasa kuliah yang karena banyaknya tugas yang menumpuk jadi sering bergadang saat malam.

Terlebih dua hari yang lalu itu, saya sangat gelisah karena tidak bisa tidur. Atau karena gelisah jadi saya tidak bisa tertidur? Entahlah, yang pasti saya baru bisa terlelap pukul setengah empat subuh. Padahal beberapa kali setiap saya merasa akan terlelap ada saja yang bikin mata saya melek kembali. Seperti kaki yang gatal sedikit saja sudah membuat saya terbangun.

Saya pun bertanya-tanya apakah ini termasuk gejala insomnia? Yup dari penelusuran saya dan Tanya-tanya dari beberapa sumber di  mbah Google saya sedikit dapat pencerahan. Insomnia adalah kondisi dimana adanya ketikmampuan kita untuk mendapatkan waktu tidur yang cukup agar badan menjadi segar saat kita bangun. Ada beberapa gejala yang dialami seperti tidak bisa tidur atau bangun tidur saat tengah malam dan tidak bisa tidur lagi. Sepertinya saya termasuk golongan yang pertama karena saya seringkali tidak bisa tidur.

Ada berbagai penyebab terjadinya insomnia ini, diantaranya stres, kecemasan, rasa nyeri, makan terlalu banyak saat malam hari, dll. Hmm malam itu saya memang sedang banyak pikiran dan saya juga merasakan nyeri di ulu hati saya karena asam lambung. Mungkin itulah yang menyebabkan saya susah tidur meski sudah melakukan banyak cara untuk dapat tertidur.

Sebenarnya malam itu saya memikirkan banyak hal tentang diri saya dan bagaimana saya harus pelan-pelan mengubah kebiasaan buruk saya untuk menjadi manusia lebih baik lagi. Tapi karena terlalu banyak pikiran yang berseliweran di kepala saya, justru membuat saya sulit menghentikan diri saya untuk terus berpikir. Sementara kita juga harus mengosongkan pikiran untuk bisa beristirahat dengan baik.

Memang mengubah kebiasaan yang tidak baik itu sangat sulit. Seperti tidak bermain HP saat hendak tidur itu sangat sulit sekali untuk dihindari. Tapi untuk kebaikan diri sendiri sepertinya saya harus mengubah kebiasaan-kebiasaan saya yang tidak baik itu dan mulai mebuat kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih bermanfaat. Agar tubuh saya ini tidak mudah diserang penyakit karena selama ini dalam satu bulan bisa lebih dari dua kali saya terkena demam dan flu. 

Rasanya sehat itu sangat mahal sekali. Jadi, untuk tetap sehat tentunya saya juga harus mulai berubah. Saya mungkin tidak bisa berubah secara langsung tapi tentunya harus melalui proses yang sepertinya akan panjang karena harus mengalahkan rasa malas saya terlebih dahulu.

Monday, 2 April 2018

Tidak Cukup Hanya Sekadar Suka

Saya suka menulis sejak SMP kelas satu. Meskipun waktu itu saya hanya sebatas menulis diary. Sedangkan membaca saya sudah menyukainya sejak SD, entah kelas berapa. Saya suka membaca mecam-macam cerita. Mulai dari dongeng sampai kisah-kisah 25 nabi.

Pernah suatu hari, saat kelas lima SD ada bazaar buku di sekolah. Saya ingin sekali membeli buku untuk bahan bacaan. Karena sebelumnya saya belum pernah memiliki buku bacaan satu pun. Tapi, saat itu saya tidak berani meminta uang banyak sama mama saya apalagi sampai seratus ribu rupiah. 

Akhirnya saya memutuskan membuka celengan saya yang isinya hanya beberapa lembar unag kertas dan sisanya uang receh. Jumlahnya sekitar seratus tiga puluhan ribu rupiah. Uang itulah yang kemudian saya bawa ke sekolah dan menukarkannya dengan beberapa buku. Buku yang masih saya ingat yang saya beli waktu itu adalah Kumpulan Cerita Anak Muslim kalau tidak salah judulnya seperti itu. Buku itu berisi kisah-kisah di jaman nabi. Tapi buku itu hilang entah kemana saat saya masuk SMP. Itulah pertama kalinya saya membeli buku.

Setelah masuk SMP, saya mulai membaca beragam novel yang saya pinjam dari perpustakaan sekolah. Saya juga mulai belajar menulis dengan menuliskan cerita-cerita saya bersama sahabat-sahabat saya. Tapi tulisan itu tidak pernah selesai.  Saya juga kadang mencorat-coret lembar terakhir buku saya dengan puisi. Waktu SMK pun tak ada perubahan. Saya tetap seperti itu. Padahal saya sangat menyukai pelajaran bahasa Indonesia dan mendapat nilai tertinggi di pelajaran bahasa Indonesia saat ujian nasional (UN).

Hingga saya masuk kuliah dan bertemu teman-teman yang juga suka menulis. Tidak, bukan suka, tapi ingin jadi penulis. Saat itu saya mulai sadar, saya mempunyai banyak kekurangan. Saya masih buta mengenai EYD, saya tidak tahu cara menulis yang baik dan benar, dan satu lagi kekurangan saya yang paling menonjol yaitu saya tidak konsisten dan disiplin dalam menulis.

Masa-masa awal kuliah ini rasanya sangat menyenangkan. Bukan hanya belajar mengenai perkuliahan tapi saya juga mulai belajar menulis dengan baik. Ditambah lagi ada seorang dosen yang sangat baik hati mau mengajari saya dan teman-teman menulis opini. Jenis tulisan yang sebelumnya tidak pernah saya tulis.

Saya juga mulai menyisihkan uang jajan saya untuk membeli buku, koran bekas ataupun majalah bekas untuk bahan bacaan. Dengan berjalannya waktu saya mulai merasa ada perbaikan dalam tulisan-tulisan saya. Tapi, saat itu pun saya belum menulis dengan konsisten. Apalagi dengan jadwal kuliah yang padat. Padahal saya sudah mempunyai blog yang pada akhirnya saya terlantarkan.

Setelah saya selesai kuliah, tepatnya setahun belakangan ini. Saya hampir tidak pernah menulis dan baru memulainya lagi beberapa waktu yang lalu. Selama itu, rasanya saya semakin bodoh. Otak saya baik yang kiri ataupun yang kanan sudah tidak dipakai lagi untuk berpikir keras. Padahal dalam hati saya selalu ada dorongan untuk menulis, menulis dan menulis. Tapi, keinginan itu tertutup oleh rasa malas yang selalu sulit untuk dikalahkan.

Membaca pun jarang. Hanya sesekali saya menengok buku-buku yang tersusun rapi di rak buku. Waktuku lebih banyak saya habiskan untuk bermain media sosial. Membaca berita yang kadang-kadang tidak penting. Haaahh  benar-benar hidup yang tidak menyenangkan sama sekali.

Semalam saya berpikir keras sampai-sampai tidak bisa tidur. Saya banyak merenung tentag diri saya, tentang keinginan saya, tentang cita-cita saya., tentang banyak hal yang ingin saya capai. Sebentar lagi saya berumur dua puluh dua tahun. Saya masih belum bekerja. Saya belum memiliki pencapaian apa-apa. Sementara, di umur begini bahkan di umur yang lebih muda lagi banyak orang yang sudah menggapai kesuksesan.

Selama ini saya selalu berpikir untuk mencari pekerjaan padahal saya juga tidak terlalu berminat untuk bekerja dalam hal itu selamanya. Di saat saya belum juga mendapat pekerjaan saya malah sibuk mengeluh. Padahal, mungkin saja di saat ini saya diberi kesempatan untuk mempelajari bidang yang selama ini saya abaikan.

Lalu saya sadar, untuk menekuni suatu bidang ataupun pekerjaan tidak cukup hanya sekadar suka. Apalagi dalam menulis, butuh lebih dari usaha untuk bisa  menjadi penulis ataupun menulis dengan baik. Dalam hidup ini, segala sesuatunya memang perlu diperjuangkan. Bukan hanya itu, kita pun perlu meluangkan banyak waktu untuk belajar apalagi untuk hal-hal yang katanya kita sukai.
Kemudian saya memutuskan untuk tidak menjadi pengangguran yang benar-benar tak menghasilkan apa-apa. Kalaupun tidak menghasilkan rupiah, setidaknya membuat saya bahagia dan merasa tenang dengan melakukan hal-hal yang saya sukai.