Saya baru saja pulang dari rumah Iin, sahabatku.
Rumahnya hanya berjarak sepelemparan batu dengan rumahku. Meskipun tetanggaan
kami sangat jarang bertemu. Tapi sekalinya bertemu pasti jadi lupa waktu.
Tadinya saya ke rumahnya hanya untuk memprint.Tapi
karena printer-ya sedang kehabisan tinta urusan memprint jadi berganti dengan
perbincangan panjang yang kesimpulannya kembali pada selera. Nah loh?
Dari sekian hal yang membuat saya bisa bersahabat
dengan Iin salah satunya karena kami memiliki banyak kesamaan dalam beberapa
hal. Mungkin itulah sebabnya kami merasa nyaman satu sama lain. Tapi bukan
berarti kami tak memiliki perbedaan. Justru, perbedaan kami mungkin lebih
banyak daripada kesamaan yang kami miliki.
Salah satunya mengenai selera. Selera masing-masing
orang itu berbeda. Kita tidak mungkin memaksakan apa yang kita sukai harus disukai oleh orang lain. Tak perlu juga
memandang aneh terhadap orang yang memiliki selera berbeda dengan kita.
Kalau dalam hal makanan, mungkin saya dan Iin memiliki
selera yang sama. Kami sama-sama penyuka kecap. Makanan apapun, tanpa kecap
rasanya tak akan nikmat. Kami juga sama-sama penyuka makanan pedas. Tapi perbedaan
kami terletak pada level kepedasan suatu makanan. Semakin pedas suatu makanan,
semakin dia suka. Berbeda dengan saya yang hanya suka makanan pedas sebatas ada
rasa pedasnya saja.
Kembali pada pertemuan saya dan Iin tadi. Awalnya,
kami berbincang hanya seputar masalah pribadi. Dia dengan segala kendalanya
dalam menyelesaikan tugas akhir yang tak kunjung kelar, sedang saya yang masih
berkutat dalam usaha mencari pekerjaan yang tak juga menemukan titik temu.
Kemudian, tercetuslah ide untuk membuka suatu usaha
yang mungkin bisa kami lakukan bersama. Tapi perbincangan itu berakhir tanpa
kesimpulan dan hanya menjadi sekadar wacana. Lalu, entah bagaimana perbincangan
kami berganti pembahasan mengenai dunia tulis menulis dan seputar bacaan. Hemm kami
memang memiliki hobi yang sama yaitu membaca dan mulai mecoba menulis
sedikit-sedikit.
Iin bercerita mengenai kekagumannya pada
penulis-penulis di Wattpad yang
karya-karyanya sudah banyak diterbitkan oleh peneribit-penerbit ternama dan
juga memiliki ribuan pembaca. Dia juga sangat menyukai karya-karya dari penulis
luar yang bergendre romance yang
banyak mengandung adegan dewasa. Menurutnya novel romantis yang best seller kebanyakan seperti itu.
Tapi saya tidak setuju. Karena dari daftar bacaanku
yang meskipun kebanyakan dari penulis dalam negeri banyak juga kok novel best seller tanpa adegan-adegan dewasa
seperti kissing. Contohnya, novel
empat musimnya Ilana Tan. Menurutku, cerita romantis tidak harus ada adegan
dewasanya. Tapi, novel yang banyak adegan dewasanya pun bukan tidak baik saya
hanya lebih menyukai romantisme suatu cerita dari segi alur dan tata bahasa
yang dimainkan oleh penulis.
Apa yang kita baca memang bisa membentuk cara
pandang kita terhadap sesuatu. Dalam hal ini saya dan Iin memang sama-sama
gemar membaca. Tapi, kami memiliki selera bacaan yang berbeda. Yang akhirnya membentuk penilaian yang berbeda terhadap suatu tulisan.
Kalau saya, saya tidak membatasi diri saya dalam
membaca. Saya suka macam-macam gendre. Entah itu drama, romatis, fantasi,
islami, ataupun yang memberi motivasi kehidupan. Tapi, saya paling suka membaca
buku atau novel yang tata bahasanya baku dan puitis. Lain lagi dengan Iin,
meskipun dia juga menyukai macam-macam gendre tapi dia kurang suka membaca
novel yang bahasanya terlalu baku.
Yaa, kesimpulannya terletak pada selera kita
masing-masing. Karena meskipun ada perbedaan, kami juga tetap sepakat pada
beberapa hal. Seperti, membaca novel lebih menarik dari pada menonton film
adaptasinya, misalnya. Kami sama-sama menyetujui pernyataan ini.
Bukankah perbedaan itu, yang menjadikan dunia ini
indah? Karena adanya perbedaanlah kita menjadi sama. Sama-sama manusia. Sama-sama
punya selera. Sama-sama punya rasa. Sama-sama berbeda.
No comments:
Post a Comment