Tuesday, 10 April 2018

Berbeda Tapi Sama


Saya baru saja pulang dari rumah Iin, sahabatku. Rumahnya hanya berjarak sepelemparan batu dengan rumahku. Meskipun tetanggaan kami sangat jarang bertemu. Tapi sekalinya bertemu pasti jadi lupa waktu.

Tadinya saya ke rumahnya hanya untuk memprint.Tapi karena printer-ya sedang kehabisan tinta urusan memprint jadi berganti dengan perbincangan panjang yang kesimpulannya kembali pada selera. Nah loh?

Dari sekian hal yang membuat saya bisa bersahabat dengan Iin salah satunya karena kami memiliki banyak kesamaan dalam beberapa hal. Mungkin itulah sebabnya kami merasa nyaman satu sama lain. Tapi bukan berarti kami tak memiliki perbedaan. Justru, perbedaan kami mungkin lebih banyak daripada kesamaan yang kami miliki.

Salah satunya mengenai selera. Selera masing-masing orang itu berbeda. Kita tidak mungkin memaksakan apa yang kita sukai  harus disukai oleh orang lain. Tak perlu juga memandang aneh terhadap orang yang memiliki selera berbeda dengan kita.

Kalau dalam hal makanan, mungkin saya dan Iin memiliki selera yang sama. Kami sama-sama penyuka kecap. Makanan apapun, tanpa kecap rasanya tak akan nikmat. Kami juga sama-sama penyuka makanan pedas. Tapi perbedaan kami terletak pada level kepedasan suatu makanan. Semakin pedas suatu makanan, semakin dia suka. Berbeda dengan saya yang hanya suka makanan pedas sebatas ada rasa pedasnya saja.

Kembali pada pertemuan saya dan Iin tadi. Awalnya, kami berbincang hanya seputar masalah pribadi. Dia dengan segala kendalanya dalam menyelesaikan tugas akhir yang tak kunjung kelar, sedang saya yang masih berkutat dalam usaha mencari pekerjaan yang tak juga menemukan titik temu.

Kemudian, tercetuslah ide untuk membuka suatu usaha yang mungkin bisa kami lakukan bersama. Tapi perbincangan itu berakhir tanpa kesimpulan dan hanya menjadi sekadar wacana. Lalu, entah bagaimana perbincangan kami berganti pembahasan mengenai dunia tulis menulis dan seputar bacaan. Hemm kami memang memiliki hobi yang sama yaitu membaca dan mulai mecoba menulis sedikit-sedikit.

Iin bercerita mengenai kekagumannya pada penulis-penulis di Wattpad yang karya-karyanya sudah banyak diterbitkan oleh peneribit-penerbit ternama dan juga memiliki ribuan pembaca. Dia juga sangat menyukai karya-karya dari penulis luar yang bergendre romance yang banyak mengandung adegan dewasa. Menurutnya novel romantis yang best seller kebanyakan seperti itu.

Tapi saya tidak setuju. Karena dari daftar bacaanku yang meskipun kebanyakan dari penulis dalam negeri banyak juga kok novel best seller tanpa adegan-adegan dewasa seperti kissing. Contohnya, novel empat musimnya Ilana Tan. Menurutku, cerita romantis tidak harus ada adegan dewasanya. Tapi, novel yang banyak adegan dewasanya pun bukan tidak baik saya hanya lebih menyukai romantisme suatu cerita dari segi alur dan tata bahasa yang dimainkan oleh penulis.

Apa yang kita baca memang bisa membentuk cara pandang kita terhadap sesuatu. Dalam hal ini saya dan Iin memang sama-sama gemar membaca. Tapi, kami memiliki selera bacaan yang berbeda. Yang akhirnya membentuk penilaian yang berbeda terhadap suatu tulisan.

Kalau saya, saya tidak membatasi diri saya dalam membaca. Saya suka macam-macam gendre. Entah itu drama, romatis, fantasi, islami, ataupun yang memberi motivasi kehidupan. Tapi, saya paling suka membaca buku atau novel yang tata bahasanya baku dan puitis. Lain lagi dengan Iin, meskipun dia juga menyukai macam-macam gendre tapi dia kurang suka membaca novel yang bahasanya terlalu baku.  

Yaa, kesimpulannya terletak pada selera kita masing-masing. Karena meskipun ada perbedaan, kami juga tetap sepakat pada beberapa hal. Seperti, membaca novel lebih menarik dari pada menonton film adaptasinya, misalnya. Kami sama-sama menyetujui pernyataan ini.

Bukankah perbedaan itu, yang menjadikan dunia ini indah? Karena adanya perbedaanlah kita menjadi sama. Sama-sama manusia. Sama-sama punya selera. Sama-sama punya rasa. Sama-sama berbeda.

No comments:

Post a Comment