Dua Hari ini, media sosial ramai dengan pembicaraan
mengenai perayaan hari Kartini. Banyak orang mengunggah foto mereka yang sedang
mengenakan kebaya, batik ataupun baju daerah lainnya di akun media sosial
mereka sebagai bentuk perayaan Hari Kartini. Disertai juga dengan beragam caption ucapan selamat Hari Kartini atau
ada pula yang menuliskan petikan kata-kata Kartini. Banyak pula event dan
kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka merayakan hari Kartini yang jatuh pada
tanggal 21 April kemarin dan sudah menjadi turinitas masyarakat Indonesia tiap
tahunnya.
Selain itu, berita-berita di media sosial maupun di
media konvesional juga dipenuhi perihal Hari Kartini. Bukan hanya mengenai
semaraknya perayaan tersebut, tetapi juga banyak yang mengulas tentang fakta
sejarah kehidupan RA. Kartini. Hingga menjadi pahlawan dan pejuang emansipasi
wanita seperti yang kita kenal saat ini.
Raden Ajeng Kartini/ Raden Ayu Kartini atau lebih
dikenal dengan RA. Kartini, lahir di Jepara, 21 April 1879 dan meninggal pada
17 September 1904 di kota Rembang, empat hari setelah melahirkan putranya.
Beliau ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional oleh Presiden Soekarno
pada tanggal 2 Mei 1964 dan Presiden Soekarno juga menetapkan hari lahir
Kartini yaitu tanggal 21 April, untuk diperingati
setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai hari Kartini
(Sumber: https//id.m.ikipedia.org/wiki/kartini). Itulah sedikit gambaran
mengenai sosok RA. Kartini.
Di sini saya tidak ingin mengulas lebih jauh
mengenai bagaimana kehidupan RA. Kartini dan perjuangan yang beliau lakukan. Tapi
saya tertarik mengulas fenomena yang terjadi di media sosial dalam beberapa
hari terakhir ini.
Di balik semaraknya perayaan Hari Kartini di
berbagai daerah di seluruh Indonesia, yang dapat disaksikan lewat berbagai media
massa ataupun media sosial, saya menemukan masih banyak komentar-komentar
netizen yang mempertanyakan dan memperdebatkan perihal RA. Kartini. Kenapa
harus RA. Kartini yang diangkat menjadi pahlawan dan dikenal sebagai pejuang
emansipasi wanita? Apa yang telah beliau lakukan sehingga hari lahirnya menjadi
hari besar yang mesti dirayakan tiap tahun di Negara ini? Padahal masih banyak
pejuang wanita lainnya yang menurut mereka lebih layak dibanding RA. Kartini. Sebut
saja Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, Martha Christina Tiahahu, dan lain sebagainya
yang perannya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tak perlu diragukan
lagi.
Lalu kenapa hanya nama RA. Kartini yang dikenal
luas? Banyak netizen yang mendebatkan hal ini tanpa mencari tahu cerita dan
fakta sejarah yang sebenarnya. Bahkan sampai menyerempet masalah sara. Saya pun
belum membaca secara detail mengenai sejarah RA. Kartini ataupun
tulisan-tulisannya. Saya hanya membaca ulasan-ulasan mengenai RA. Kartini di
internet ataupun dari buku sejarah semasa sekolah dulu.
Tapi, ada satu hal yang menjadi pembeda antara RA.
Kartini dengan pejuang wanita lainnya di Indonesia. Di mana, pejuang wanita
lainnya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan turun langsung ke medan perang
mempertaruhkan nyawa, harta dan segala yang dimiliki. Berbeda dengan Ibu
Kartini, beliau meninggalkan suatu karya besar yang di kemudian hari
menginspirasi dan membuka pikiran banyak orang-orang Eropa khususnya di Belanda
mengenai wanita pribumi pada zaman Hindia Belanda.
Karya tersebut berupa tulisan-tulisan Ibu Kartini dalam
surat yang beliau kirimkan kepada teman-temannya di Belanda, yang kemudian
diterbitkan menjadi sebuah buku yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang.
Buku tersebut berisi mengenai berbagai pandangan dan pemikiran-pemikran RA.
Kartini yang sangat maju dan luas pada zaman itu sehingga banyak yang
mengatakan pemikiran RA. Kartini melampaui zamannya.
Di zaman kolonial yang masih sangat menjunjung
tinggi sistem patriarki khususnya di tanah Jawa. Yang mana perempuan masih
terkungkung dalam peraturan kebudayaan yang banyak memberikan batasan-batasan
untuk bergerak bagi perempuan.
Karena itulah, RA. Kartini dikenal sebagai pejuang
emansipasi wanita. Tulisan dan pemikirannya yang modern menjadi inspirasi
banyak orang untuk memperjuangkan keadilan, kesetaraan
gender ataupun persamaan hak antara
laki-laki dan perempuan dalam berbagai hal. Salah satunya dalam hal pendidikan,
di mana pada saat itu hanya laki-laki yang bisa mengecap pendidikan tinggi,
itupun bagi mereka yang berstatus bangsawan ataupun petinggi-petinggi dari
kalangan atas pribumi.
Kartini, melalui pemikiran yang ditulisnya percaya
bahwa hanya dengan pendidikan, perempuan bisa keluar dari kebodohan dan
kungkungan budaya. Pendidikanlah pintu bagi bangsa Indonesia bisa maju dalam
memperjuangkan kemerdekaan dan melepaskan diri dari jajahan Belanda.
RA. Kartini, memang tidak melawan dengan mengangkat
senjata. Tapi, dia melawan dengan pemikiran dan tulisannya yang kemudian mengilhami
perubahan pandangan masyarakat pada saat itu terhadap kedudukan perempuan dan masalah pendidikan.
Tentunya kita juga tidak boleh melupakan jasa dari
pejuang wanita lainnya, karena merekapun mempunyai sumbangsih yang besar untuk
kemerdekaan Indonesia dengan cara yang berbeda. Hal yang patut diingat RA.
Kartini dan pejuang wanita lainnya sama-sama berjuang dan memiliki cita-cita
yang luhur untuk kemerdekaan Indonseia.
Hanya saja, RA. Kartini memang hidup dan berjuang dalam waktu singkat. Tapi, tulisannya tetap abadi. Kita yang hidup saat ini, bahkan anak cucu kita kelak juga masih akan mengenal RA. Kartini karena tulisannya. Itulah kekuatan sebuah tulisan. Seperti pemikiran Kartini yang melampaui zaman, tulisan juga begitu, dapat melampaui zaman bahkan hingga ratusan tahun berlalu.
Lantas, megapa kita yang sudah merasakan nikmatnya
merdeka ini harus dan masih saja sibuk menperdebatkan hal yang tidak semestinya
diperdebatkan? Mempertanyakan suatu hal tanpa melakukan riset mendalam. Yang pada
akhirnya menjadi debat kusir dengan sesama saudara sebangsa kita sendiri.
Bukannya memanfaatkan kemerdekaan dengan berkarya, belajar,
dan mengabdikan diri untuk kemajuan bangsa seperti yang dicita-citakan para
pahlawan dan leluhur kita. Sebagai rasa terimakasih karena perjuangan dan
pengorbanan merekalah, kita dapat mengecap merdeka, pendidikan dan hidup yang
lebih baik.
Karena tanpa kita sadari, di saat kita tengah sibuk
saling berdebat mengenai hal yang tak perlu lagi diperdebatkan, bangsa lain
sudah semakin maju dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuaannya. Semementara
kita semakin tertinggal jauh dan terbelakang. Hanya menjadi konsumen dari
kemajuan Negara lain.
Lalu apa bedanya dengan zaman dulu? Toh kita masih
sama-sama terjajah. Dulu kita dijajah dalam bentuk penguasaan wilayah dan
sekarang kita dijajah dengan produk-produk luar dan budaya-budaya luar yang semakin
menggerus budaya ketimuran kita dan merusak masa depan generasi penerus bangsa
ini.
Ayolah kawan, berhenti berdebat dan saling
menjatuhkan satu sama lain. Karena kita ini saudara, sebangsa dan setanah air. Belajar,
berkaya dan melakukan yang terbaik untuk bangsa ini lebih baik dan lebih
bermanfaat untuk memajukan negara kita. Agar tak ada kata sia-sia dari perjuangan para pendahulu kita.
No comments:
Post a Comment