Thursday, 19 April 2018

Hidup, Problema dan Sebuah Keputusan.


Aku memandang perempuan yang berada di hadapanku. Tergambar jelas dari raut wajahnya yang sendu dia sedang frustasi. Sejak dua jam yang lalu dia mencurahkan isi hatinya kepadaku.

Kesabarannya telah habis menghadapi laki-laki itu yang adalah suaminya. Dia sudah tidak mampu lagi menahan amarah, sakit hati, kecewa, dan semua unek-unek yang selama ini dia pendam sendiri. Dadanya sesak. Sudah terlalu banyak dan terlalu lama dia menahan semuanya sendiri. Dan suaminya seolah tak perduli.

Sebenarnya, dia tak menuntut banyak. Dia hanya ingin suaminya mencari pekerjaan yang lebih baik dan itu adalah tanggung jawabnya sebagai seorang suami yang harus menfkahi istri dan anak-anaknya.

Perempuan itu sudah lelah memberikan pengertian kepada suaminya dengan cara baik-baik. Dia pun sudah berusaha membantu meringankan beban suaminya dengan menanam berbagai macam sayur mayur. Tapi, lagi-lagi yang membuatnya kecewa tak ada itikad baik dari suaminya untuk membantu ataupun berubah.

Dia juga tak mungkin mengambil keputusan untuk meninggalkan laki-laki itu. Ini bukan masalah terlalu mencinta, namun dia mengingat ada tiga malaikat kecil yang membutuhkan kasih sayang orang tuanya. Dia tidak ingin egois dan membuat anak-anaknya mengalami hal yang sama seperti dirinya karena perpisahan orang tua.

Aku benar-benar mengerti dengan apa yang dia rasakan. Karena itu, aku tak bisa menyalahkannya atas apa yang sudah dia lakukan. Aku hanya ingin menjadi pendengar yang baik untuknya saat ini.

Saat melihat air matanya yang jatuh ketika menceritakan semuanya, ingin sekali aku memeluknya. Memberinya kekuatan dan mengatakan semuanya akan baik-baik saja. Tapi aku tak melakukannya. Kami memang tak sedekat itu dan tak terbiasa mengungkapkan rasa sayang dengan pelukan dan semacamnya. Tapi itu bukan berarti kami tak saling menyayangi.

Aku menyayanginya, karena itu sering kali aku marah karena kecewa pada apa yang dia lakukan. Aku ingin sekali melihatnya bahagia dan aku tak melihat ada kebahagiaan yang dia rasakan sejak bersama dengan suaminya. Aku lebih menyarankan dia untuk pergi saja dan melepaskan laki-laki itu.

Tapi, aku tahu tak semudah itu dan kali ini, aku ingin berusaha lebih memahami dirinya. Kehidupan yang pernah dia jalani jauh lebih sulit dan keras dibanding dengan kehidupanku. Dialah yang berhak menentukan pilihan dalam hidupnya dan dia memilih untuk bertahan. Dengan konsekuensi menahan semuanya sendiri. Tak ada yang bisa kulakukan selain mendengar dan memberinya dukungan serta doa yang terbaik untuk kehidupannya.

Setiap kita memang diberi jalan hidup yang berbeda. Meski sedarah, apa yang kita lalui tak akan mungkin sama dengan kehidupan saudara kita apalagi orang lain. Kita juga tak bisa menghakimi hidup seseorang begitu saja tanpa tahu asal dan musababnya.

Kita sama-sama manusia biasa yang takdirnya sudah tertulis bahkan sebelum kita lahir di dunia ini. Tapi, kita juga diberi kesempatan untuk menentukan pilihan dan memutuskan kehidupan seperti apa yang akan kita jalani sesuai dengan apa yang sudah kita usahakan.

Begitupun dengan pernikahan dan pasangan hidup. Kita diberi pilihan dan dipertemukan dengan beberapa orang. Tapi kitalah yang memutuskan pada siapa akan melabuhkan hati. Kehidupan pernikahan itu tak melulu indah. Ada banyak badai yang akan datang tiba-tiba tanpa aba-aba sebelumnya.

Pernikahan bukan sekadar menghalalkan yang haram. Tapi bagaimana menyatukan dua manusia yang berbeda. Dua kepala yang pikirannya tak mungkin sama. Karena itu perlu adanya tujuan yang satu dan kesamaan prinsip. Tidak hanya mengandalkan cinta buta.

Laki-laki harus tahu betul dan memahami tugas dan tanggung jawabnya sebagai imam dan kepala rumah tangga. Jangan hanya mementingkan ego dan kesenangannya sendiri. karena dia harus mendahulukan kebahagiaan istri dan anak-anaknya baru kemudian dirnya sendiri.

Perempuanpun sama. Penyetaraan gender memang perlu, tapi jangan lupa pada kodratnya sebagi perempuan yang harus menomorsatukan keluarga.

Yah kalau dipikirkan lagi, mana ada orang yang mau mengalami pernikahan dan kisah hidup yang tragis. Semuanya juga pasti memimpikan kebahagiaan dan kehidupan yang indah. Tapi apa mau dikata kalau kehendak yang maha kuasa berbeda dari yang kita harapkan.

Akupun sama, sebagai seorang perempuan aku juga mengharapkan kelak menjalani kehidupan pernikahan yang bahagia dan harmonis. Meski kita tak pernah bisa memprediksi masa depan, tapi tak ada salahnya memimpikan hal-hal baik yang akan selalu disemogakan dan diusahakan.

Kalau orang-orang di luar sana mengatakan hidup itu adalah pilihan. Menurutku, Hidup adalah keputusan. Pilihan itu kita yang memutuskan. Jadi, bukan masalah pilihan apa yang kita pilih. Tapi, tepatkah keputusan yang kita ambil dalam memilih apa yang akan kita jalani.

Pusing yah? Sama, aku juga pusing. Tepatnya bingung mau nulis apa lagi dan kayanya semakin tidak nyambung hahaha. Ya sudah sampai sini saja dari pada semakin tidak jelas.


No comments:

Post a Comment