Aku memandang perempuan yang berada di hadapanku. Tergambar
jelas dari raut wajahnya yang sendu dia sedang frustasi. Sejak dua jam yang
lalu dia mencurahkan isi hatinya kepadaku.
Kesabarannya telah habis menghadapi laki-laki itu
yang adalah suaminya. Dia sudah tidak mampu lagi menahan amarah, sakit hati, kecewa,
dan semua unek-unek yang selama ini dia pendam sendiri. Dadanya sesak. Sudah terlalu
banyak dan terlalu lama dia menahan semuanya sendiri. Dan suaminya seolah tak
perduli.
Sebenarnya, dia tak menuntut banyak. Dia hanya ingin
suaminya mencari pekerjaan yang lebih baik dan itu adalah tanggung jawabnya
sebagai seorang suami yang harus menfkahi istri dan anak-anaknya.
Perempuan itu sudah lelah memberikan pengertian
kepada suaminya dengan cara baik-baik. Dia pun sudah berusaha membantu
meringankan beban suaminya dengan menanam berbagai macam sayur mayur. Tapi,
lagi-lagi yang membuatnya kecewa tak ada itikad baik dari suaminya untuk
membantu ataupun berubah.
Dia juga tak mungkin mengambil keputusan untuk
meninggalkan laki-laki itu. Ini bukan masalah terlalu mencinta, namun dia
mengingat ada tiga malaikat kecil yang membutuhkan kasih sayang orang tuanya. Dia
tidak ingin egois dan membuat anak-anaknya mengalami hal yang sama seperti
dirinya karena perpisahan orang tua.
Aku benar-benar mengerti dengan apa yang dia
rasakan. Karena itu, aku tak bisa menyalahkannya atas apa yang sudah dia
lakukan. Aku hanya ingin menjadi pendengar yang baik untuknya saat ini.
Saat melihat air matanya yang jatuh ketika
menceritakan semuanya, ingin sekali aku memeluknya. Memberinya kekuatan dan
mengatakan semuanya akan baik-baik saja. Tapi aku tak melakukannya. Kami memang
tak sedekat itu dan tak terbiasa mengungkapkan rasa sayang dengan pelukan dan
semacamnya. Tapi itu bukan berarti kami tak saling menyayangi.
Aku menyayanginya, karena itu sering kali aku marah
karena kecewa pada apa yang dia lakukan. Aku ingin sekali melihatnya bahagia
dan aku tak melihat ada kebahagiaan yang dia rasakan sejak bersama dengan suaminya.
Aku lebih menyarankan dia untuk pergi saja dan melepaskan laki-laki itu.
Tapi, aku tahu tak semudah itu dan kali ini, aku
ingin berusaha lebih memahami dirinya. Kehidupan yang pernah dia jalani jauh
lebih sulit dan keras dibanding dengan kehidupanku. Dialah yang berhak
menentukan pilihan dalam hidupnya dan dia memilih untuk bertahan. Dengan konsekuensi
menahan semuanya sendiri. Tak ada yang bisa kulakukan selain mendengar dan
memberinya dukungan serta doa yang terbaik untuk kehidupannya.
Setiap kita memang diberi jalan hidup yang berbeda. Meski
sedarah, apa yang kita lalui tak akan mungkin sama dengan kehidupan saudara
kita apalagi orang lain. Kita juga tak bisa menghakimi hidup seseorang begitu
saja tanpa tahu asal dan musababnya.
Kita sama-sama manusia biasa yang takdirnya sudah
tertulis bahkan sebelum kita lahir di dunia ini. Tapi, kita juga diberi kesempatan
untuk menentukan pilihan dan memutuskan kehidupan seperti apa yang akan kita
jalani sesuai dengan apa yang sudah kita usahakan.
Begitupun dengan pernikahan dan pasangan hidup. Kita
diberi pilihan dan dipertemukan dengan beberapa orang. Tapi kitalah yang
memutuskan pada siapa akan melabuhkan hati. Kehidupan pernikahan itu tak melulu
indah. Ada banyak badai yang akan datang tiba-tiba tanpa aba-aba sebelumnya.
Pernikahan bukan sekadar menghalalkan yang haram. Tapi
bagaimana menyatukan dua manusia yang berbeda. Dua kepala yang pikirannya tak
mungkin sama. Karena itu perlu adanya tujuan yang satu dan kesamaan prinsip. Tidak
hanya mengandalkan cinta buta.
Laki-laki harus tahu betul dan memahami tugas dan
tanggung jawabnya sebagai imam dan kepala rumah tangga. Jangan hanya
mementingkan ego dan kesenangannya sendiri. karena dia harus mendahulukan
kebahagiaan istri dan anak-anaknya baru kemudian dirnya sendiri.
Perempuanpun sama. Penyetaraan gender memang perlu,
tapi jangan lupa pada kodratnya sebagi perempuan yang harus menomorsatukan
keluarga.
Yah kalau dipikirkan lagi, mana ada orang yang mau
mengalami pernikahan dan kisah hidup yang tragis. Semuanya juga pasti
memimpikan kebahagiaan dan kehidupan yang indah. Tapi apa mau dikata kalau kehendak
yang maha kuasa berbeda dari yang kita harapkan.
Akupun sama, sebagai seorang perempuan aku juga
mengharapkan kelak menjalani kehidupan pernikahan yang bahagia dan harmonis. Meski
kita tak pernah bisa memprediksi masa depan, tapi tak ada salahnya memimpikan
hal-hal baik yang akan selalu disemogakan dan diusahakan.
Kalau orang-orang di luar sana mengatakan hidup itu adalah pilihan. Menurutku, Hidup adalah keputusan. Pilihan itu kita yang memutuskan. Jadi, bukan masalah pilihan apa yang kita pilih. Tapi, tepatkah keputusan yang kita ambil dalam memilih apa yang akan kita jalani.
Pusing yah? Sama, aku juga pusing. Tepatnya bingung mau nulis apa lagi dan kayanya semakin tidak nyambung hahaha. Ya sudah sampai sini saja dari pada semakin tidak jelas.
No comments:
Post a Comment