Hari ini adalah hari terakhir dari Hari Berkabung
Nasional yang telah ditetapkan pemerintah atas meninggalnya presiden ketiga Republik
Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie, 11 September 2019 kemarin. Indonesia
berduka. Ibu pertiwi kehilangan putra terbaiknya yang berpulang kembali
kepada sang pemilik kehidupan.
Setiap kali menonton atau melihat siaran televisi
ataupun di media sosial tentang eyang Habibie air mataku masih saja jatuh. Ada
haru yang menelisik begitu dalam di relung sukmaku melihat sosoknya. Habibie
adalah seorang pecinta yang begitu setia. Sosok yang penuh cinta nan romantis. Cintanya
bukan hanya untuk sang kekasih hati belahan jiwanya, tapi cintanya juga murni
untuk negerinya. Tak pernah luntur meski di usianya yang telah uzur. Ia adalah
negarawan sejati yang mengabdi tanpa memandang materi.
Dari eyang Habibie kita bisa belajar banyak hal,
tentang cinta, tentang kehidupan, dan bagaimana ilmu pengetahuan dan ilmu agama harus sejalan dan beriringan agar bisa menjadikan kita sebenar-benarnya manusia. Di tengah
harapan dan mimpinya untuk kemajuan Indonesia, sisa hidupnya beliau habiskan
untuk merindukan sang istri tercintanya, Hasri Ainun Besari yang telah lebih
dulu berpulang Sembilan tahun lalu. Matanya yang selalu berbinar saat
menceritakan tentang kisah cintanya dengan Ainun, walau kadang terlihat sendu
tapi juga beliau bisa tertawa lepas saat membayangkan bagaimana ketika beliau
memasuki dimensi yang sama dengan Ainun, maka Ainunlah yang paling pertama akan
menyambutnya.
Begitu pula ketika beliau berbicara tentang pesawat
yang adalah mimpinya, wajahnya memancarkan harapan. Di usia senjanya, beliau
tidak pernah berdiam diri, bahkan terlihat abai dengan segala penyakit yang
mendera. Ia begitu aktif dan banyak memberi inspirasi. Cita-citanya untuk
kehidupan di bumi Indonesia semakin baik melambung jauh. Harapannya kepada
anak-anak muda Indonesia begitu tinggi. Ia selalu percaya bahwa kita bangsa Indonesia
harus bisa membangun Negara kita sendiri, kalau bukan kita siapa lagi. Indonesia
harus menjadi Negara yang berdikari dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tanpa
melupakan budaya kita.
Di saat dunia berkonspirasi menawarkan segala,
panggilan negerinya adalah yang paling berharga. Kala dunia lagi-lagi
mengandaskan mimpinya, memaksanya menghentikan proyek pesawat N-250 yang
tinggal beberapa langkah saja untuk megudara di bumi Indonesia, ia lagi-lagi
mengalah demi kemaslahatan bangsa. Mengesampingkan ego dan cita-citanya agar Indonesia
bisa baik-baik saja. Meski menjabat sebagai Presiden Cuma hitungan bulan, tapi
jasanya untuk Indonesia lebih dari itu. Karenanya nama Indonesia menjadi
diperhitungkan. Karena kelapangan hatinya yang membuka keran demokrasi di Indonesia
hingga menjadi seperti saat ini. Jasa-jasanya untuk negeri ini tak cukup hanya
dihitug jari. Habibie adalah anak bangsa yang sempat terlupa namun memberi banyak
sumbangsih tanpa pamrih.
Kini sang teknokrat telah pergi. Tugasnya di dunia
ini telah usai. Tapi perjuangan bukan berarti telah selesai. Visinya untuk Indonesia
masih harus terus berjalan, mimpinya agar Indonesia memiliki pesawat buatan
anak bangsa harus terus berlanjut. Dan cinta yang dimilikinya harusnya ada
disetiap relung hati anak bangsa. Kitalah generasi penerus yang mestinya
memajukan Negara kita di bidang yang kita tekuni masing-masing.
Beristirahatlah dengan damai eyang… selamat berjumpa
kembali dengan kekasih hati yang bagimu adalah cinta illahi. Indonesia memang
berduka kehilangan putra terbaiknya, tapi kami tahu engkau berbahagia di sana
telah berjumpa dengannya yang selama ini selalu engkau rindukan. Tentangmu akan
selalu terkenang, kisah yang menjadi sejarah besar bagi bangsa Indonesia.
~WS
No comments:
Post a Comment